Dalam obrolan santai di saung Silih Asih bersama H. Zakaria yang juga merupakan salah seorang tokoh sekaligus petani senior. Tertuang dalam obrolan tentang petani tidak boleh kaya. Sepertinya berlebihan, namun enak untuk dibincangkan melihat fenomena saat ini. H. Zakaria yang sudah malang melintang didunia pertanian lebih dari 40 tahun yang lalu merasakan bahwa pasang surutnya pertanian di Indonesia merupakan salah satu dampak pembangunan.
Jujur diakui beliau bahwa hingga saat ini petani masih dijadikan obyek dari suatu gerakan. Baik gerakan para lembaga swadaya masyarakat, institusi pendidikan bahkan pemerintah. Walau tidak semuanya berdampak negatif, namun fakta dan bargaining position petani dalam komoditas tanaman pangan belum pernah berubah.
Mainset petani yang terkesan kumuh, berlumpur, dekil, kurang berpendidikan dan ‘kurang pantas dibawa kondangan’ masih terpatri hingga kini. Kenapa hal ini terjadi? Salah satu pendapat yang dikemukakan antara lain adalah nilai tukar petani (NTP) di negeri ini tidak berimbang dengan produk dari industri lain. Padahal petani ingin setiap produknya bernilai ekonomis tinggi.
Saat petani diuntungkan produk komoditas tinggi, serta merta pemerintah melakukan operasi pasar. Sehingga harganya stabil kembali. Dan ujungnya petani akan memperoleh harga penjualan komoditas yang murah seperti sedia kala. Kesan bahwa sistem perdagangan komoditas pertanian di negeri ini ‘lebih berpihak’ kepada penjual dan konsumen. Wajar, karena beberapa komoditas pertanian identik dengan komoditas politik. Contohnya beras, gula, cabe, bawang dan lain-lain.
Perspektif dalam strategi ketahanan pangan yang mengandung makna tersedianya bahan pangan sebanyak mungkin dan semurah mungkin perlu diselaraskan dengan pendapatan hasil produksi komoditas pertanian (pangan). Artinya bahwa ketersediaan dan kemampuan beli oleh masyarakat ada dan petani sebagai produsen juga patut memperoleh pendapatan yang layak.
Coba berkaca kepada beberapa negara maju yang meletakkan fondasi pembangunan negara kepada stabilitas ketersediaan pangan. Para petani di negara tersebut mendapatkan kehormatan dan penghargaan atas jerih payahnya. Sehingga mereka merasa menjadi satu bagian dari strategi pembangunan jangka panjang.
Dari kebijakan alih fungsi lahan yang dijaga, penggunaan dan penerapan teknologi, dukungan infrastruktur, bantuan modal dalam usaha di bidang pertanian. Hingga regulasi pemerintah dalam banyak hal yang melindungi produk pertanian. Pengaturan eksport dan import komoditas pertanian beserta olahannya dinegara mereka. Sedangkan di Indonesia? Peraturan pembatasan import produk buah dan hortikultura saja hingga saat ini belum diberlakukan.
Tugas pemerintah di negara kita masih banyak dan perlu sangat serius dalam bidang pertanian. Tugas paralel yang harus dilakukan adalah menjawab kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi namun juga mendorong pendapatan dari aktivitas pertanian meningkat. Sehingga generasi muda juga tertarik untuk terjun di bidang pertanian.
Di akhir obrolan yang seolah tidak akan terputus, ada satu pertanyaan atau penyataan yang perlu jawaban. Coba kasih bukti kepada petani, bagaimana cara pemerintah merubah citra petani di negara Indonesia. [JO]