Genderang rebana bertabuh. Rasul nan dinanti telah tiba. Madinah, menyambut hangat sang Nabi. Suasana begitu haru. Ratusan kilometer, tanpa harta, tanpa kemewahan, semua berlalu. Kini, wajah-wajah baru siap menyambut di hadapan. Muhajirin dan Anshar, dua kaum yang namanya disebut oleh Allah Ta’ala dalam Al Quran kini melebur. Kaum Anshar, penduduk setempat dengan rela memberikan tanah usaha dan tempat tinggal kepada kaum Muhajirin yang tak memiliki apapun. Habis hartanya menemani Rasul hijrah.
Bagaimanapun juga, Madinah, tempat baru Rasulullah harus menjadi ibu kota, pusat kehidupan umat Islam. Setelah hijrah, para sahabat mendambakan kehidupan yang lebih baik. Setelah membangun masjid, Rasulullah mulai membangun peradaban Islam, mulai dari kajian ilmu, strategi perang, hingga arahan Rasulullah tentang kesejahteraan masyarakat yang bermula dari pangan.
Pertanian dan peternakan merupakan hal yang amat penting yang Rasulullah terlibat di dalamnya. Bertani ialah sebagai bentuk syukur kepada Allah dan jalan mendapatkan rezeki. Rasulullah begitu menghayati firman Allah Ta’ala dalam Al Quran surat Abasa yang turun padanya: “Lalu Kami tumbuhkan pada bumi biji-bijian (27) Dan buah anggur serta sayur-sayuran (28) Dan zaitun serta pohon-pohon kurma (29) Dan taman-taman yang menghijau subur (30) Dan berbagai-bagai buah-buahan serta bermacam-macam rumput (31) Untuk kegunaan kamu dan binatang-binatang ternak kamu (32)”.
Sejauh mata beredar, Rasulullah melihat banyak tanah yang tak terpakai di Madinah. Tanah-tanah kosong melompong, padahal telah Allah amanahkan untuk dikelola. Maka, beliau pun bersabda, ” Andainya kiamat tiba dan pada tangan seseorang daripada kamu ada sebatang anak kurma, maka hendaklah dia tanpa berlengah-lengah lagi menanamkannya” (Hadits Riwayat Ahmad).
terimakasih artikelnya bagus, rasulullah mengajarkan untuk tidak menyia-nyiakan lahan dan mengelolanya dengan baik