Suatu wilayah dikatakan telah memiliki ketahanan pangan bila salah satu aspek yakni ketersediaan pangan guna memenuhi kebutuhan dasar pangan tercukupi. Ketersediaan pangan tersebut sangatlah bergantung dengan sektor pertanian wilayah tersebut dalam menghasilkan pangan yang mencukupi kebutuhannya. Sehingga dapat dipastikan bahwa kuat lemahnya sektor pertanian akan sangat menentukan level ketahanan pangan wilayah tersebut.
Dalam konteks makro, kenyataan yang dihadapi oleh negeri kita saat ini adalah semakin lemahnya kekuatan dari sektor pertanian. Indikasi yang bisa kita lihat antara lain, pertama areal lahan pertanian tanaman pangan semakin menyusut dari tahun ke tahun yakni mencapai rata-rata 100.000 ha/tahun, kedua banyak keluarga petani – para penghasil pangan yang mundur dari profesinya dengan rata-rata 500.000 rumah tangga pertahun selama sepuluh tahun terakhir ini atau jika diakumulasi telah “lenyak” 5 juta profesi petani selama 10 tahun terakhir, ketiga adalah kecenderungan tingkat impor bahan pangan dari luar ke negeri semakin meningkat, keempat adalah dukungan anggaran pemerintah yang belum maksimal pada sektor ini.
Dompet Dhuafa, sebagai bagian dari komponen masyarakat, turut berusaha untuk berkontribusi dalam mempertahankan sektor pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan meski dalam lingkup yang masih terbatas. Sebut saja program pemberdayaan pertanian berbasis komunitas yang telah dilaksanakan di Desa Sukaraharja Kec. Cibeber Kab. Cianjur sejah tahun 2009 sampai sekarang.Desa Sukaraharja tidak berbeda dengan desa lain pada umumnya yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Hanya saja yang menjadi istemewa adalah desa ini tercatat sebagai penerima jumlah raskin terbanyak, padahal cianjur dikenal sebagai lumbung beras. Kenapa hal tersebut dapat terjadi?
Salah satunya adalah ‘tidak berdayanya’ petani dalam menjalankan usaha pertaniannya. Dimana, petani kecil biasanya kurang mendapat akses terhadap sumberdaya pertanian baik berkaitan dengan modal, perkembangan teknologi, kelembagaan hingga akses pasar sehingga para petani tidak mampu mengimbangi perkembangan pertanian yang mengarah pada liberalisasi dan padat modal.
Program pemberdayaan berbasis komunitas merupakan program pemberdayaan ekonomi melalui revitalisasi peran petani dan pembangunan kelembagaan lokal setempat. Petani didampingi untuk meningkatkan kapasitas teknologi pertanian, perolehan pembiayaan, perbaikan perilaku, pembangunan usaha lokal dengan menggabungkan sumberdaya komunitas yang dimiliki hingga pengembangan akses pasar untuk menyerap produk hasil pertanian komunitas. Beras SAE sebagai salah satu bahan pangan unggulan telah menjadi produk andalan para petanu di Cianjur ini. Tidak hanya dalam menghasilkan bahan pangan beras, pendampingan komunitas juga telah menumbuhkan bisnis komunitas (community enterprise) yang nyata dan dinamis serta memberikan dampak ekonomi dan sosial bagi lingkungan di lokasi program.
Saat ini di Desa Sukaraharja, lokasi program Dompet Dhuafa dilaksanakan telah memiliki sebuah koperasi produsen pertanian untuk komoditas pangan padi. Koperasi telah mampu untuk menguatkan lebih dari 200 petani mitra untuk tetap berproduksi beras dengan mengandalkan lahan yang luasnya kurang lebih 50 Ha. Setelah diproduksi para petani mitra, hasil pertanian dibeli oleh koperasi dengan harga lebih kompetitif, koperasi mengolahnya menjadi beras unggul dan mendistribusikan ke konsumen.
Hari ini petani kita belum semuanya berdaya, padahal pertanian adalah sektor strategis yang harus ditangani dengan maksimal. Maka wajar hingga saat ini Indonesia belum berdaya dalam menghadapi godaan impor bahan pangan. Saatnya kita peduli sektor pertanian, Insya Allah Indonesia akan berdaya! (Adhi-Dim/psi).