Pasar bebas merupakan tantangan sekaligs peluang bagi produk hortikultura terutama yang berasal dari Indonesia. Namun demikian produk hortikultura dari dalam negeri ini masih sulit menembus luar negeri, diantaranya karena negara importir sering menghambat masuknya produk melalui kebijakan non tariff barrier. Bahkan menekan import buah import saja masih sering terkendala jumlah dan harga.
M. Gunung Soetopo yang merupakan Sekjen Asosiasi Produsen Benih Hortikultura menilai liberalisasi perdagangan akan menjadi ancaman terhadap produk dalam negeri. Regulasi perdagangan dunia yang diterapkan pada zona tertentu semakin menambah kesulitan produk hortikultura Indonesia masuk ke pasar global. Bahkan ironisnya, usaha kerjasama yang dibuat pemerintah dengan negara maju malah lebih sering dimanfaatkan pengusaha negara lain ketimbang pengusaha dari dalam negeri.
Sebagai negara yang memiliki dua musim sebenarnya potensi Indonesia sebagai penghasil produk-produk unggulan hortikultura hampir saja tidak memiliki pesaing. Artinya bahwa potensi Indonesia sungguh besar, yatu memiliki kekayaan sumberdaya komoditas pertanian yang tinggi serta ketersediaan lahan pertanian yang lebih luas. Variasi topografi dan model demografi untuk mengahasilkan produk yang bervariasi juga terbuka luas.
Kendala yang sering terjadi diantaranya adalah, kontinuitas dan kualitas produk hortikultura yang sering diabaikan oleh produsen hortikultura. Bicara kontinuitas tentu saja produsen atau petani harus memiliki sistem budidaya yang terencana sekaligus memperhatikan berbagai kondisi. Kontinuitas produk hortikultura juga berkaitan langsung dengan konsistensi petani dalam mengusahakan produk hortikultura tertentu atau bahkan lebih spesifik. Tidak mudah berganti-ganti komoditas atau sekedar latah mengikuti tren.
Kualitas produk hortikultura juga masih sering menjadi penghalang terciptanya produk unggul. Sebagian besar petani bahkan masih sering meremehkan penanganan post harvest atau pasca panen. Padahal pasar dunia akan produk hortikultura yang fresh sangat menuntut standar mutu tertentu. Produk jenis ini sangat rentan kerusakan jika dalam penanganan dan pengemasan. Petani dan produsen harus faham teknologi yang digunakan dan harus memperlakukan produk ini spesial.
Menurut Bungaran Saragih yang merupakan Mantan Menteri Pertanian RI pola budidaya hortikultura harus berorientasi pasar. Manajemen pasca panen menjadi penentu kualitas dari produk hortikultura. Hasil produknya wajib memperhatikan ukuran, rasa dan corak sesuai selera pasar. Bungaran berharap dukungan pengusaha bidang hortikultura untuk melakukan kegiatan seperti yang dilakukan pebisnis hortikultura di Thailand. Mereka melakukan dari mulai melakukan eksport, memiliki kargo hingga perbankan. Karena itu, pengusaha di Indonesia harus menjadi koordinator pengembangan agribisnis hortikultura. Kalau motornya masih pemerintah akan sulit.
Perkembangan produksi buah tahun 2011 mencapai 18 ribu ton dengan volume eksport mencapai 223 ton sedangkan volume import mencapai 832 ton. Produksi sayuran tahun 2011 mencapai 10 ribu ton dengan volume eksport mencapai 133 ton sedangkan volume import 1,7 ribu ton.
Dengan melihat angka tersebut, tentunya peran pemerintah masih sangat perlu ditingkatkan. Pemerintah tidak perlu terlalu intervensi di wilayah permainannya petani. Sebab sebagian petani hortikultura lebih mandiri dan kreatif. Dukungan sarana dan prasarana dalam mengakomodir produk petani dan produsen serta menyiapkan sistem kerjasama yang baik dengan pengusaha. Sehingga didalam penciptaan dan penguatan pasar hortikultura tidak saling mencurigai. Membuat pembatasan import produk dan melakukan program serta kampanye peningkatan konsumsi buah atau sayur nusantara juga akan mendorong semangat petani dan produsen. Insentif yang pantas didapatkan oleh petani dan produsen produk hortikultura tidak sekedar uang, namun kenyaman dalam melakukan investasi juga penting.
Semoga sinergi yang dilakukan berbagai pihak untuk mengangkat citra buah dan sayur nusantara tidak hanya untuk pasar domestik namun juga pasar global. Semua pihak berkomitmen membangun pertanian Indonesia. Maka semua bisa [JO].
apakah dengan menembus pasar dunia kriteria yang baik seperti apa? mohon dijelaskan untuk dijadikan semangat para petani yang lain
Hampir setiap negara importir produk pertanian memiliki peraturan masing-2. FAO menerbitkan Manual Bagi Produsen dan Ekportir Di Asia mengenai Regulasi, Standar dan Sertifikasi bagi Ekspor Produk Pertanian. silakan kunjungi : http://www.fao.org/docrep/010/ag130e/ag130e00.htm
Baik itu tidak sekedar produknya bagus, namun juga harus aman dikonsumsi, tidak mengandung bahan berbahaya, bisa kontinyu jika ada permintaan, dll.
Petani kita (di Indonesia) seringkali tidak sabar dan kadang sering terbawa arus saat bertanam. Ini tanggungjawab bersama untuk menyemangati petani dan mengingatkan ke pemerintah/stakeholder terkait.
Demikian dan mohon maklum.
ijin share ya
silakan kalau bermanfaat.. salam petani KUAT