Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan pangan juga semakin meningkat. Pemerintah pernah berupaya meningkatkan produksi pangan, terutama beras dengan berbagai usaha yang dikenal dengan Revolusi Hijau.
Revolusi Hijau digulirkan di Indonesia pada tahun 1970-an hingga awal 1990. Pada saat itu petani memperoleh subsidi pestisida kimia sampai sebesar 80 %, sehingga pestisida kimia menjadi murah dan mudah didapat.
Pemerintah saat itu sangat mendorong petani untuk menggunakan pestisida kimia untuk menggenjot produksi dengan meminimalkan kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit. Upaya peningkatan produksi tersebut memang menampakan hasil. Pada tahun 1985, Indonesia berhasil mencapai swasembada pangan. Tetapi kondisi tersebut tidak bertahan lama.
Produksi beras yang meningkat harus dibayar mahal dengan munculnya berbagai dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia yang tidak terkendali seperti terjadinya pencemaran lingkungan, lahan pertanian semakin mandul, hama-hama menjadi resisten, residu pestisida terdapat di tanah, air, tanaman, dan komoditi yang dipanen, belum lagi dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan manusia.
Berbagai informasi mengenai dampak buruk pestisida kimia mengemuka. Suatu penelitian yang dilakukan pada tahun 1983 menduga bahwa sekitar 1.000 orang meninggal setiap tahun di negara-negara berkembang akibat keracunan pestisida kimia dan sekitar 400.000 orang mengalami penderitaan akut (World Commision on Environmen and Development, 1987 dalam Agus Kardinan, 2009). Pestisida kimia berdampak buruk terhadap lingkungan dan juga kesehatan manusia. Fenomena aneh masalah kesehatan yang diduga akibat pencemaran pestisida kimia juga ditemukan di Kec. Bumiaji Kota Batu Jawa Timur. Data Yayasan Bhakti Luhur Kota Batu menyebutkan terdapat 75 anak berkebutuhan khusus (ABK) di wilayah kota yang terkenal dengan predikat kota apel ini. Sebagian besar mereka menderita lumpuh otak. Dugaan awal masalah ini disebabkan oleh tingginya pemakaian pestisida kimia di area pertanian apel yang berada di sekitar Kec. Bumiaji Kota Batu sejak tahun 70-an. Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida kimia terhadap keselamatan nyawa dan kesehatan manusia sangat mencengangkan. World Health Organization (WHO) dan Program Lingkungan PBB memperkirakan ada sekitar 3 juta orang yang bekerja pada sektor pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida kimia dan sekitar 18.000 orang diantaranya meninggal setiap tahunnya. Di Cina diperkirakan setiap tahunnya ada setengah juta orang keracunan pestisida kimia dan 500 orang diantaranya meninggal. Beberapa pestisida kimia bersifat karsinogenik dapat memicu terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam Environmental Health Perspective menemukan adanya kaitan kuat antara pencemaran DDT pada masa muda dengan menderita kanker payudara pada masa tuanya. Menurut NRDC (Natural Resources Defense Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Harvard School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko terkena penyakit parkinson meningkat sampai 70% pada orang yang terpapar pestisida kimia meski dalam konsentrasi sangat rendah.
Kejadian-kejadian akibat terpapar atau keracunan pestisida bisa jadi lebih banyak lagi daripada yang diberitakan, dan dampak buruk pestisida terhadap kesehatan manusia diyakini lebih luas lagi seperti menyebabkan keguguran, kemandulan, kelahiran yang cacat dan merusak syaraf. Pestisida sejatinya memang racun. Pestisida berasal dari kata ‘pest” yang artinya hama dan kata sida (dari kata caedo) yang artinya pembunuh/pembasmi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1i973, dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk :
- Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
- Memberantas rerumputan atau tanaman pengganggu/gulma.
- Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
- Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.
- Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.
- Memberantas atau mencegah hama-hama air.
- Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
- Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air
Dari batasan arti seperti tertulis di atas, istilah pestisida merupakan istilah umum untuk insektisida, fungisida, herbisida, larvasida, akarisida, rodentisida, zat pengatur tumbuh (ZPT), dan lain sebagainya. Maka harus kita sadari bahwa pestisida berada disekitar kita. Penggunaan paling banyak adalah dalam bidang pertanian. Walau pun informasi dan fakta bahwa pestisida sangat berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan, pada kenyataannya masih banyak petani yang sangat tergantung pada pemakaian pestisida kimia. Oleh karena itu, besar kemungkinan makanan dari hasil pertanian seperti nasi, buah-buahan, sayur yang kita makan mengandung residu pestisida kimia yang berbahaya. Sampai tahun 2010, jumlah pestisida yang telah terdaftar di Indonesia berjumlah 2.628 merek (Tabel 1).
Tabel 1 : Perkembangan Jumlah Pestisida Yang Terdaftar di Indonesia tahun 2005 – 2010
No. |
Jenis Pestisida |
Jumlah Formulasi Pestisida Yang Terdaftar Kumulatif) |
||||
2006 |
2007 |
2008 |
2009 |
2010 |
||
1. |
PHL |
213 |
253 |
308 |
359 |
391 |
2. |
Herbisida |
386 |
444 |
507 |
586 |
631 |
3. |
Insektisida |
528 |
621 |
707 |
786 |
847 |
4. |
Fungisida |
228 |
274 |
320 |
354 |
389 |
5. |
Rodentisida |
23 |
26 |
31 |
38 |
45 |
6. |
Akarisida |
17 |
18 |
19 |
20 |
20 |
7. |
Bakterisida |
6 |
6 |
7 |
7 |
7 |
8. |
ZPT |
35 |
54 |
75 |
86 |
97 |
9. |
Perata |
26 |
28 |
31 |
31 |
31 |
10. |
Pengawet |
49 |
58 |
64 |
72 |
78 |
11. |
Repelen |
16 |
19 |
22 |
25 |
30 |
12. |
Moluskisida |
6 |
9 |
14 |
27 |
33 |
13. |
Nematisida |
7 |
10 |
6 |
6 |
6 |
14. |
Lain-lain |
2 |
3 |
16 |
20 |
23 |
Jumlah | 1.557 | 1.823 | 2.125 | 2.417 | 2.628 |
Keterangan : PHL (Pestisida Hygiene Lingkungan).
Dear all…saya lagi studi tentang pencemaran tanah oleh pestisida dan upaya mengatasinya. langkah awal tentunya perlu analisa pestisida dalam tanah itu sendiri. ada gak teman-teman yang punya info tentang bagaimana metoda analisa dari pestisida dalam tanah ? terima kasih sebelumnya,, jawaban bisa langsung ke email saya, dengan menghubungi moderator..
Setahu saya Beras SAE diuji secara rutin di Balai Uji Residu Biokimia di Bogor. Mungkin mereka bisa memberikan informasi.
Kalau boleh tahu apa yang akan dianalisa/dibahas berkaitan dengan residu bahan kimia didalam tanah? Biasanya kecil sekali karena tanah memiliki sistem terpadu termasuk kemampuan mendegradasi unsur lain dengan adanya sifat kimia, fisik dan biologi tanah.
Salam sharing.
Terima kasih…Saya baru menyusun HACCP , salah satunya adalah Analisis bahaya Raw Material Beras terkait Residu Pestisidanya…untuk mencari batasan apa aja yang harus di analisa pada Beras.?
terima kasih banyak…