MEDIA INDONESIA – “Kalau diambil rata-rata Rp83 (kenaikan harga benih), jadi Rp7.583, dibulatkan menjadi Rp7.600,” katanya.
Meski HPP ditetapkan Rp7.600, lanjut Srie, Perum Bulog sudah membeli kedelai petani dengan harga sekitar Rp8.300-Rp8.500. Namun, Srie mengaku tidak hafal berapa banyak serapan kedelai Bulog.
Yang pasti, saat ini stok kedelai sekitar 300 ribu ton. Adapun kebutuhan industri tahu tempe sekitar 132 ribu ton per bulan.
“Menghadapi Ramadan dan Lebaran, tahu tempe kan enggak terlalu diminati. Stok cukup untuk dua setengah bulan ke depan dan nanti ada yang datang lagi,” ucapnya.
Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin mengatakan saat ini pihaknya telah membeli kedelai lokal dengan harga Rp8.000. Namun, ia tidak menyebutkan berapa banyak serapan dari petani lokal. “Saya bisa beli Rp8.000 kedelai lokal, yang penting kualitas bagus, tidak banyak campuran,” jelasnya.
Gakoptindo sudah mengimpor sekitar 2.800 ton kedelai. Hingga akhir 2014, target impor kedelai mencapai 15 ribu-20 ribu ton. Semua itu untuk memenuhi kebutuhan 115 ribu anggota Gakoptindo.
Ia menambahkan, sebenarnya jumlah kedelai yang diimpor Gakoptindo masih jauh dari kebutuhan seluruh anggota. Perhitungannya, kebutuhan kedelai 135 ribu ton per bulan atau sekitar 1,7 juta ton per tahun. Kebutuhan lainnya dipenuhi dari petani lokal dan kedelai dari importir lain.
Menurut Aip, saat ini harga kedelai impor tidak jauh beda dari kedelai lokal. Di pasar AS, harganya sekitar US$560 per metrik ton. Ditambah biaya pengapalan dan pengiriman, harga kedelai impor sesampainya di Indonesia berkisar Rp7.500 per kilogram.
“Kedelai lokal lebih bagus dibikin tahu karena kulit lebih tipis, lebih harum, dimasak lebih cepat, kadar air lebih tinggi. Kedelai impor lebih bagus buat tempe karena kadar air rendah dan tahan lama.“ (Wib/E-2)