SUKABUMI – Sosoknya sederhana, namun sangat berwibawa. Beliau adalah Abah Asep Nugraha, pupuhu (ketua/sesepuh) adat kasepuhan Sinar Resmi yang terletak di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lahir di Cisolok, 7 Desember 1966 dan mengenyam pendidikan hingga jenjang SMA. Menjabat sebagai ketua adat sinar resmi setelah ketua adat sebelumnya yang tidak lain adalah ayahnya sendiri, Abah Udjat Sudjati meninggal tahun 2002.
Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu komunitas adat Banten Kidul yang telah ada sejak abad ke-6 dan masih eksis hingga saat ini. Hal yang menonjol dari adat kasepuhan ini adalah kuatnya dalam menjaga tradisi pertanian secara turun temurun terutama dalam hal budidaya yang pantang menggunakan input pertanian sintetis dari luar dan juga larangan menjual hasil pertanian kepada orang lain. Jadi hanya untuk konsumsi sendiri.
Dengan tradisi yang kuat tersebut saat ini lebih dari 67 benih padi lokal yang masih terjaga. Sistem non komersial dalam budaya bertani juga telah memberikan contoh bagaimana membangun kedaulatan pangan para petani warga kasepuahannya. Minimal satu petani wajib memiliki lumbung (leuit) untuk cadangan pangan selama satu tahun. Peran Abah Asep sebagai pemangku adat adalah sebagai pengawal swkaligus panutan dalam menjaga kelestarian budaya terutama dalam hal pertanian.
Atas dasar keunikan dan peran Abah Asep Nugraha sebagai pupuhu kasepuhan, maka kelestarian benih-benih padi lokal dapat terjaga. Sistem sosialnya pun masih berjalan dengan baik dengan menjadikan pertanian sebagai poros budaya. Maka tidak heran banyak peneliti baik dari dalam maupun luar negeri seperti Jepang, Jerman, Belanda, dan lain-lain yang datang berkunjung untuk mendalami keunikan kasepuhan adat Sinar Resmi. Tidak berlebihan jika sosok Abah Asep Nugraha diusulkan sebagai nominator tokoh penjaga keleatarian lingkungan Dompet Dhuafa Award!
[jwplayer mediaid=”2443″]