Pertanian Sehat Indonesia

Mengurai Benang Kusut Persoalan Petani Bawang Merah di Brebes

Brebes-Di tengah hiruk-pikuk mahalnya harga bawang merah saat ini ada cerita lain di tingkat petani sebagai produsen bawang merah. Sore itu di Balai Pertemuan Koperasi Tani Sehat, hari Senin (02/09/2013) Erie Sudewo pendiri Dompet Dhuafa bersama tim Pertanian Sehat Indonesia melakukan diskusi informal dengan para pengurus koperasi membahas tentang isu bawang merah dan para petaninya.

Cerita di balai sederhana tersebut diawali dengan kisah masuknya program Dompet Dhuafa yang disampaikan oleh Casdimin sebagai Manajer Pertanian Sehat Indonesia di mana pada tahun 2007/2008 ada program kerjasama KLH-RI dengan Dompet Dhuafa untuk konservasi lahan pertanian di Brebes.

Pasca program kerjasama berakhir, Dompet Dhuafa masuk ke komunitas petani untuk melakukan pendampingan dalam rangka mendorong peningkatan pendapatan mereka melalui upaya peningkatan kualitas SDM petani, penguatan kelembagaan petani, perbaikan usahatani dan pembentukan jaringan petani. Setelah proses pendampingan berakhir pada tahun 2011 telah terbentuk koperasi gapoktan, kini kegiatan klaster dilanjutkan oleh pengurus koperasi.

Model intervensi program yang dilakukan oleh Pertanian Sehat Indonesia pada saat itu lebih banyak menekankan pada aspek penyaluran program dengan pendekatan kuantitas. Sehingga dalam kurun waktu tiga tahun efektif pendampingan  telah terbina 249 petani bawang merah yang tersebar di dua desa di Kecamatan Larangan, Brebes.

Pendekatan kuantitas dalam program yang dilakakan Dompet Dhuafa pada satu sisi memang telah memberikan manfaat banyak pada para petani, namun di sisi yang lain kualitas program akhirnya kurang maksimal dicapai. Pekerjaan Rumah yang hingga saat ini belum tertuntaskan adalah intervensi pasar yang belum maksimal disentuh, umumnya petani lebih memilih menjual ke tengkulak dengan alasan lebih mudah dan dapat pembayaran secara instant meski dengan pola yang kadang kurang adil, kendali harga ada di tangan tengkulak.

Di tengah diskusi yang cenderung membahas banyak kesulitan petani bawang merah mulai dari masalah modal usaha, persoalan budidaya dan pemasaran, seolah menutup upaya solusi yang dapat mereka lakukan. Di tengah diskusi, Erie Sudewo berusaha menggiring cara berfikir petani agar fokus dalam penyelesaian masalah dan memperkuat kelebihan mereka.

Cara berfikir apatis dan fatalistik para petani merupakan akumulasi dari keputusasaan mereka dalam menghadapi persoalan pertanian yang selama ini menjerat mereka dan tak kunjung selesai. Benang kusut itu terlalu rumit untuk diselesaikan mereka secara sendiri, sementara intervensi pemerintah tidak banyak mereka terima.

Di akhir diskusi, Erie Sudewo memberikan salah satu solusi praktis sebagai saran untuk menjadikan koperasi sebagai instrument perubahan petani. Salah satu saran praktis beliau adalah dengan melakukan seleksi ulang untuk para anggota koperasi dengan target merekalah yang akan menjadi ujung tombak pergerakan koperasi sekaligus menjadi contoh bagi yang lain.

Dengan para kader yang militan harapannya secara bertahap masalah-masalah petani bawang merah dapat diselesaikan dengan bersama-sama. Harus ada harapan di tengah sikap apatis para petani bawang merah di Brebes, sekecil apapun harapan itu. Karena tanpa harapan, tentu kemajuan akan sulit diraih.(dim).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.