MEDIA INDONESIA – Kedaulatan pangan jangan sebatas pada keberhasilan swasembada, tapi juga peningkatan kesejahteraan para petani di dalam negeri.
BADAN Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan bahwa swasembada beras lebih optimistis untuk diwujudkan daripada kedelai atau bahan pokok lainnya.
“Ini dilihat dari data impor beras, ternyata rata-rata kurang dari 5% dari ketersediaan beras, sedangkan kedelai sekitar 60%-70%,” kata Koordinator Perencana Utama Bappenas Bidang Ketahanan Pangan Bu di Santosa di Jakarta, kemarin.
Dari hasil penelitian yang dilakukan timnya, lanjut Budi, swasembada beras bisa diwujudkan berkat pertumbuhan jumlah produksi beras yang mencapai 2% setiap tahunnya.
Pada 2014, Indonesia memproduksi beras sebesar 43,3 juta ton, sedangkan yang diimpor hanya 152 ribu ton atau sekitar 0,35% dari stok beras nasional. Dalam kurun waktu 10 tahun sebelumnya, impor beras terbesar hanya terjadi pada 2011 dengan jumlah 2,75 juta ton atau sekitar 6,32%. Sementara itu, jumlah impor kedelai pada 2014 mencapai 1.300 ton atau 59,29%, dengan produksi dalam negeri sebesar 892.600 ton.
Impor kedelai terbesar juga terjadi pada 2011, yang mencapai 2,1 juta ton atau sekitar 71,04% dari total produksi dalam negeri.
Dalam seminar pemaparan ketahanan pangan Bappenas tersebut, Budi menambahkan, komoditas pangan lain yang juga memiliki beban impor terbesar selain kedelai ialah jagung.
“Dengan besarnya jumlah yang diimpor pemerintah, amat mungkin jagung atau kedelai yang kita konsumsi sehari-hari bukan produksi dalam negeri,” kata dia.
Impor jagung pada 2014 mencapai 1,5 juta ton atau sekitar 7,27% dari total stok, sedangkan produksi nasional mencapai 18,5 juta ton.
Swasembada untuk tiga komoditas, yaitu beras, jagung, dan kedelai, merupakan salah satu target pemerintahan Presiden Joko Widodo. Presiden telah meminta Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengejawantahkan target tersebut dalam tiga tahun.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia wilayah Jawa Barat Entang Suriaatmadja mengamini target swasembada kedelai relatif berat dicapai ketimbang beras atau jagung. Selisih potensi “Kedelai yang menjadi masalah, untuk swasembada cukup berat. Kedelai merupakan tanaman subtropis sehingga kurang bagus dikembangkan di iklim tropis. Tapi, semangat peningkatan produksi perlu terus dipupuk,” katanya.
Sebelumnya, Kementan telah menandatangani nota kesepahaman dengan sejumlah perguruan tinggi untuk bekerja sama memenuhi target swasembada pangan. Dengan Universitas Gadjah Mada, misalnya, Kementan berkolaborasi untuk mengembangkan bibit kedelai unggul yang bisa berproduksi hingga 3,5 ton per hektare.
Dekan Fakultas Pertanian UGM Jamhari mengatakan selama ini masih ada selisih besar antara po tensi pertanian dan capaian produksi. Di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta umpama, potensi padi mencapai 12,5 ton per ha, tapi capaian produksinya saat ini hanya 6 ton per ha.
Hal serupa terjadi pada jagung yang potensinya 13,8 ton per ha, tapi realisasi produksinya hanya 8 ton per ha. Sementara itu, kedelai potensinya 4 ton per ha, dan capaiannya hanya 1,4 ton per ha.
“Produksi kedelai inilah yang terutama akan kita dorong dengan benih unggul kami yang diharapkan akan mendongkrak produksi hingga 3,5 ton per ha,” harap Jamhari. (Ant/E-2)
EMAIL: [email protected]