REPUBLIKA – Bencana dan musibah tidak mengenal waktu serta tempat. Dia bi sa datang kapan saja. Dia juga bisa menghinggapi di wilayah yang selama ini cukup aman. Bencana yang tidak mengenal wak tu itu selalu meninggalkan masalah yang harus segera diselesaikan.
Di tengah gegap-gempita eforia pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla itulah ancaman rawan pangan muncul. Hujan yang lama tidak turun membuat tanah kering-kerontang. Kondisi ini membuat lahan pertanian tidak bisa berfungsi sehingga tidak mampu menghasilkan panen. Tidak itu saja, kekeringan inipun membuat krisis air minum terjadi di beberapa wilayah.
Data menyebutkan di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, misal – nya, empat kecamatan rawan pangan tahun ini. Kecamatan yang terkena rawan pangan tersebut di antaranya sebelum ini tidak ter- masuk wilayah yang menjadi langganan rawan pangan saat hujan lama tidak turun.
Di Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kabupaten Nagekeo, ribuan hektare sawah juga tidak teraliri air. Akibatnya ancaman rawan pangan karena musim panas berkepanjangan melanda wilayah ini.
Tentu saja kita sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Apalagi hiruk-pikuk pelantikan Presiden dan Wapres 2014-2019 baru beberapa hari berlangsung. Tidak hanya mata masyarakat seluruh Indonesia yang tertuju pada acara pelantikan Jokowi-JK. Mata masyarakat dunia juga mengarah ke Indonesia mengikuti acara itu.
Bagi kita, masalah rawan pangan adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, pemerintah Jokowi-JK yang sedang bulan madu ini tidak boleh terlena dan mengabaikan persoalan-persoalan yang melanda rakyat kecil.
Rawan pangan pada kenyataan selalu melahirkan kemiskinan.
Dan kemiskinan kerap melahirkan kesengsaraan. Tanggung jawab mengatasi kemiskinan dan membantu rakyat kecil adalah tanggung jawab pemerintah. Untuk itu, pemerintah harus segera bergerak cepat untuk menyelesaikan masalah ini.
Pemerintah, baik yang berada di pusat maupun di daerah harus bahu-membahu menyelesaikan masalah ini. Pemerintah daerah yang tidak memiliki cadangan pangan harus segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Sejauh ini melalui Perum Bulog, pemerintah pusat dapat menggunakan cadangan beras untuk membantu korban bencana yang terjadi di sejumlah daerah.
Bagaimanpun fakta adanya daerah yang rawan pangan tidak boleh tergilas oleh isu penyusunan kabinet yang selalu menghiasi layar kaca, radio, surat kabar, maupun onlinesepanjang hari-hari belakangan ini. Masyarakat yang mengalami rawan pangan adalah bagian dari masyarakat kita yang sedang membutuhkan perhatian, sama halnya dengan rencana penyusunan menteri di kabinet Jokowi-JK. Dengan begitu, sudah selayaknya masalah kerawanan pangan harus menjadi perhatian dan segera dicari jalan keluarnya.
Tanpa adanya jalan keluar yang cepat dan taktis, penderitaan masyarakat akan terus terjadi. Dan yang lebih harus diwaspadai adalah bahwa daerah rawan pangan bisa meluas dan penanganannya yang terlambat bukan tidak mungkin malah tidak berhasil menyelesaikan masalah ini dengan kondusif.
Sumber: Tajuk Republika (23/10/2014)