Pertanian Sehat Indonesia

Hari Pangan, Rawan Pangan

Pangan merupakan hal yang secara langsung berhubungan dengan keberadaan manusia dimuka bumi ini. Pembicaraannya tidak akan pernah selesai dibahas hingga akhir kehidupan manusia. Artinya bahwa manusia sangat membutuhkan hal itu. Setiap kepala negara secara langsung maupun tidak langsung juga akan membawa amanat pangan bagi seluruh rakyatnya. Tentu sebagian dari kita ingat bahwa kisah Umar bin Khatab yang dengan tanggungjawabnya memanggul sekarung gandum untuk rakyatnya yang kelaparan.

Kebijakan pemerintah untuk memenuhi strategi pangan nampaknya belum menyentuh ke cara yang baik dan benar. Terbukti dari berbagai kebijakan yang kurang memprioritaskan kebutuhan pangan di negeri ini. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2013, alokasi anggaran program sektor pangan sebesar Rp. 83 triliun yang mencakup Rp. 64,3 triliun untuk stabilisasi harga pangan bagi pemenuhan kebutuhan rakyat dan Rp. 18,7 triliun untuk pembangunan infrastruktur irigasi. Hal ini masih jauh dari memadai, 3 kali lebih rendah dibandingkan belanja pegawai yang mencapai Rp. 241 triliun. Padahal jika mengacu pada standar Organisasi Pangan Dunia (FAO), yang mengharuskan dana bagi sektor pertanian suatu negara diharuskan sebesar 20% dari total anggaran untuk membiayai anggaran pembangunannya, maka anggaran sektor pangan kita yang 1.657 trilyn rupiah ini baru mencapai 7% dari total anggaran di APBN 2013.

Pengadaan prasarana dan sarana guna peningkatan produk pangan dan pertanian nyaris gagal karena tumpang tindihnya peraturan dan kurang progresifnya reformasi agraria mengakibatkan perubahan penggunaan lahan pertanian untuk industri.  Laju alih fungsi lahan pertanian di Indonesia tahun 2000-2002 atas konversi lahan sawah yang ditujukan untuk pembangunan non-pertanian, seperti kawasan perumahan, industri, perkantoran, jalan, dan sarana publik lainnya rata-rata sebesar 110,16 ribu hektar per tahun (Sutomo, 2004). Ini berarti terdapat sekitar 3000 hektar sawah per hari yang beralih fungsi ke non-pertanian. Demikian pula insentif dan dukungan modal dalam kegiatan pertanian guna peningkatan produk pangan tidak mengarah kepada petani-petani kecil yang justru paling membutuhkan.

Dan masih banyak lagi hal yang mengakibatkan sektor pertanian tidak menarik lagi. Bahkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2013 mencatat adanya penyusutan 5,04 juta keluarga tani dari 31,27 juta keluarga per tahun 2003 menjadi 26,13 juta keluarga per tahun 2013. Artinya jumlah keluarga tani susut rata-rata 500.000 rumah tangga per tahun. Apalagi penyebabnya? Padahal Industri pertanian justru meningkat dari 4.011 perusahaan (2003) menjadi 5.486 perusahaan (2013).

Ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan saat ini dinilai sudah parah. Pengusaha yang sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai pemerintah harusnya punya perencanaan yang baik untuk meningkatkan produktivitas pangan dari dalam negeri. Mantan presiden RI-5 Megawati juga menyampaikan prioritas pembangunan pertanian tidak dilakukan dengan baik. Pemerintah lebih mementingkan pengusaha/importir. Siswono Yudo Husodo menyampaikan “Pemerintah sangat mudah untuk melakukan impor. Kebijakan impor kita vulgar sekali,” pada saat melakukan rapat kerja di Gedung DPR Senayan Jakarta (9/10/2013).

Hal lain juga disampaikan M Riza Damanik (oleh Executive Director Indonesia for Global Justice /IGJ) yang mengatakan bahwa impor bahan pangan merupakan yang paling tinggi selama Indonesia berdiri. Impor mencapai USD17 miliar pada akhir 2012 atau meningkat 47 persen dari 2010 sekitar USD11 miliar. “Sekarang ini justru didorong sebatas ekonomi semata, jadi bukan pangan Hak Asasi Manusia (HAM). Pangan itu sebagai hak berdaulat bangsa, tapi saat ini hanya komoditas semata,” ujar Riza ketika ditemui okezone.com di kantor IGJ, Jakarta, Senin (23/9/2013).

Bicara tentang pangan sudah bukan saatnya bicara keuntungan secara ekonomi saja. Karena hal ini adalah kewajiban pemimpin negara dan pemerintahnya untuk menjamin seluruh rakyatnya atas pangan. Semoga slogan “Optimalisasi Sumber Daya Lokal untuk Ketahanan Pangan” tidak hanya omong kosong. Tetapi menjadi komitmen membangun pertanian Indonesia. [jo]

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.