Sesungguhnya Allah telah menciptakan segala sesuatu pasti ada gunanya. Namun hal ini sering hanya dianggap sebagai petuah.
Sesungguhnya Allah telah menciptakan segala sesuatu pasti ada gunanya. Namun hal ini sering hanya dianggap sebagai petuah. Didalam dunia pertanian, sebagian besar biaya dipergunakan untuk membeli sarana produksi pertanian (saprotan) terutama obat-obatan pengendali hama dan penyakit. Pantas saja, setelah dihitung keuntungannya tidak nampak karena obat-obatan kimiawi tergolong mahal.
Jika petani ingin mensiasati pengendalian hama dengan cara murah, sebenarnya bisa mempergunakan atau memanfaatkan beberapa tanaman, biji-bijian, umbi, buah, batang dan lain-lain yang ada disekitar kita. Beberapa jenis tanaman maupun biji yang bisa dimanfaatkan antara lain; biji nimba, biji mahoni, biji srikaya. Biji srikaya mengandung bahan aktif asetogenin dan squamosin untuk sasaran hama ulat maupun hama penghisap polong. Sedangkan biji mahoni mengandung bahan aktif swietenin dan limonoid dapat menghambat perkembangbiakan ulat, hama penghisap, penyakit karat pada daun kopi menurut Peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur.
Sedangkan daun babadotan, daun sirsak, daun nangka dan lain-lain cukup populer dipergunakan. Umbi yang sangat sering digunakan adalah umbi tuba, umbi gadung. Rimpang kunyitpun juga bagus dipergunakan sebagai bahan perekat dalam ramuan pestisida nabati.
Pestisida nabati mampu merusak perkembangan telur, larva hingga pupa dengan cara spesifik sehingga tidak mengganggu organisme lain. Selain itu mampu mengurangi nafsu makan bagi serangga, menghambat reproduksi pada serangga betina, hingga bersifat reppelent (mengusir). Penggunaan pestisida nabati ini sudah mulai banyak digunakan dinegara maju dengan penerapan tekologi yang lebih tinggi. Walaupun berdaya kerja relatif lambat, terkadang kurang praktis, intensitas penyemprotan bertambah namun efeknya baik baik lingkungan.
Sehingga dapat dipahami jika penggunaan pestisida nabati ini tergolong teknologi tepat guna. Murah dan berkandungan lokal. Tidak cepat menimbulkan kekebalan pada hama. Sesuai dan cocok diterapkan bersama konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Tidak merusak lingkungan dan menghasilakn produk yang bebas residu pestisida berbahaya.
Keunggulannya adalah biaya yang murah karena mudah didapat, relatif aman bagi lingkungan, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, tidak menimbulkan kekebalan pada hama, kompatible bila digabungkan dengan cara pengendalian lain dan yang tidak kalah pentingnya adalah hasil pertanian yang sehat dan bebas residu pestisida.
Dalam dunia pertanian, sebagian besar biaya dipergunakan untuk membeli sarana produksi pertanian (saprotan) terutama obat-obatan pengendali hama dan penyakit. Pantas saja, setelah dihitung keuntungannya tidak nampak karena obat-obatan kimiawi tergolong mahal.
Jika petani ingin mensiasati pengendalian hama dengan cara murah, sebenarnya bisa mempergunakan atau memanfaatkan beberapa tanaman, biji-bijian, umbi, buah, batang dan lain-lain yang ada disekitar kita. Beberapa jenis tanaman maupun biji yang bisa dimanfaatkan antara lain; biji nimba, biji mahoni, biji srikaya. Biji srikaya mengandung bahan aktif asetogenin dan squamosin untuk sasaran hama ulat maupun hama penghisap polong. Sedangkan biji mahoni mengandung bahan aktif swietenin dan limonoid dapat menghambat perkembangbiakan ulat, hama penghisap, penyakit karat pada daun kopi menurut Peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur.
Sedangkan daun babadotan, daun sirsak, daun nangka dan lain-lain cukup populer dipergunakan. Umbi yang sangat sering digunakan adalah umbi tuba, umbi gadung. Rimpang kunyitpun juga bagus dipergunakan sebagai bahan perekat dalam ramuan pestisida nabati.
Pestisida nabati mampu merusak perkembangan telur, larva hingga pupa dengan cara spesifik sehingga tidak mengganggu organisme lain. Selain itu mampu mengurangi nafsu makan bagi serangga, menghambat reproduksi pada serangga betina, hingga bersifat reppelent (mengusir). Penggunaan pestisida nabati ini sudah mulai banyak digunakan dinegara maju dengan penerapan tekologi yang lebih tinggi. Walaupun berdaya kerja relatif lambat, terkadang kurang praktis, intensitas penyemprotan bertambah namun efeknya baik baik lingkungan.
Sehingga dapat dipahami jika penggunaan pestisida nabati ini tergolong teknologi tepat guna. Murah dan berkandungan lokal. Tidak cepat menimbulkan kekebalan pada hama. Sesuai dan cocok diterapkan bersama konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Tidak merusak lingkungan dan menghasilakn produk yang bebas residu pestisida berbahaya.
Keunggulannya adalah biaya yang murah karena mudah didapat, relatif aman bagi lingkungan, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, tidak menimbulkan kekebalan pada hama, kompatible bila digabungkan dengan cara pengendalian lain dan yang tidak kalah pentingnya adalah hasil pertanian yang sehat dan bebas residu pestisida. [JO]
Siapa penulisnya?
kok tidak ada inisialnya?
penulisnya Jodi H. Iswanto, silahkan diaplikasikan di lapangan di masing-masing klaster