Pelopori Implementasi Biotek

MEDIA INDONESIA – IQBAL MUSYAFFA

Teknologi rekayasa genetika berhasil mengurangi penggunaan pestisida sebesar 37% dan hasil tanaman meningkat 22%.

KEBUTUHAN pangan dalam negeri yang terus meningkat memicu peningkatan impor pangan. Di sisi lain, pemerintah memasang target ambisius swadaya pangan dalam jangka waktu dua tahun ke depan.
Oleh karena itu, Indonesia memerlukan terobosan teknologi untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri dan menekan ketergantungan impor.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winano Tohir berharap pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla segera memelopori implementasi bioteknologi atau biotek.Dengan implementasi biotek, menurutnya, tidak hanya dapat mencukupi kebutuhan sendiri, tapi juga dapat mengekspor produk pangan ke negara lain.

“Oleh karena itu, petani berharap pemerintahan JokowiJK mengawali penggunaan teknologi biotek dalam waktu yang tidak terlalu lama,“ ujar Winarno di Jakarta, kemarin.

Senada, Direktur Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBIC) Bambang Purwantara memandang adopsi teknologi dalam produksi pangan akan meringankan upaya pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan. “Bagi Indonesia, adopsi tanaman biotek, utamanya tebu dan jagung, ting gal menunggu persetujuan pakan. Kita pun berharap petani Indonesia akan melakukan hal yang sama,“ cetusnya.

Meski bukan satu-satunya teknologi mujarab, Bambang mengungkapkan banyak negara menyadari bioteknologi salah satu solusi bagi upaya peningkatan produksi pangan sedunia.

Pendiri International Service for the Acqusition of Agri Biotech Applications (ISAAA) Clive James mengamini hal tersebut.Bangladesh, salah satu negara terkecil dan sangat miskin di dunia, bahkan telah memproduksi terung biotek.

“Komersialisasi dimulai pada Januari 2014, setidaknya 120 petani menanam 12 hektare tanaman terung biotek sepanjang tahun,“ ujarnya.

Komersialisasi buah biotek bernama Bt Brinjal itu berhasil menekan penggunaan persitisida bagi tanaman pangan hingga 90%. Temuan itu konsiten dengan meta-analisis Klumper dan Qain pada 2014 yang menyimpulkan teknologi rekayasa genetika berhasil mengurangi penggunaan pestisida sebesar 37%, hasil tanaman meningkat 22%, dan keuntungan petani meningkat 68% selama 20 tahun terakhir.Tahun depan Pada kesempatan yang sama, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian menyatakan selama ini pemerintah terus mendorong penerapan bioteknologi dalam sektor pertanian, salah satunya melalui Peraturan Menteri Pertanian No 61 Tahun 2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan, dan Penarikan Varietas.

“Diharapkan awal tahun depan bisa terealisasi (penggunaan teknologi biotek) di Indonesia,“ kata dia.

Selain melalui regulasi, lan jutnya, pihaknya menjalin kerja sama kelembagaan dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan perguruan tinggi, bahkan perusahaan swasta. Meski demikian, dia mengakui pengembangan bioteknologi di sektor pangan antarkelembagaan tersebut kurang bersinergi satu dengan lainnya dan belum fokus pada teknologi genetically modified organism. (E-6) [email protected]

Pertanian Sehat Indonesia

http://pertaniansehat.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.